Pengelolaan Kelas

Dalam salah satu tulisan Raka Joni yang mengupas tentang pengelolaan kelas.  Menurutnya pengelolaan kelas  merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki guru adalah keterampilan dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal  bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas.

Terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu :
Masalah Individual, diantaranya :
1.    Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
2.    Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)
3.    Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
4.    Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
Masalah Kelompok, diantaranya :
1.    Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
2.    Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
3.    Kelas mereaksi secara negatif  terhadap salah seorang anggotanya.
4.    "Membombong” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
5.    Kelompok   cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
6.    Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair.
7.    Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaan baru.
Beberapa  pendekatan yang dapat dilakukan  dalam pengelolaan kelas, yaitu :
Behavior - Modification Approach (Behaviorism Apparoach)
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi  perilaku dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah baru.
Socio-Emotional Climate Approach (Humanistic Approach)
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik  didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara peserta didik - guru dan atau peserta didik – peserta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim, sosio-emosional yang baik.
Dalam hal ini,  Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tulus dari guru (realness, genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta didik sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut pandangan peserta didik sendiri (emphatic understanding).
Sedangkan Haim C. Ginnot  mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, guru berusaha untuk membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran dan mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan; serta mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian.
Hal  senada dikemukakan William Glasser bahwa  guru  seyogyanya membantu mengarahkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi; menganalisis  dan menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya; mengarahkan peserta didik agar committed  terhadap  rencana yang telah dibuat; memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”; serta membantu peserta didik membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik.
Sementara itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Democratic Classroom Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikul tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala  konsekuensinya; dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat.
Group Process Approach
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung dalam  konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck mengemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendekatan group proses, yaitu : (a) mutual expectations; (b) leadership; (c) attraction (pola persahabatan); (c) norm; (d) communication; (d) cohesiveness

Komentar

Postingan Populer