Hukum Rajam Disahkan di NAD

Rapat Paripurna 5 Masa Persidangan Paripurna IV Tahun 2009 DPR Aceh, Senin (14/9), secara bulat mengesahkan lima rancangan qanun atau peraturan daerah menjadi qanun. Satu di antaranya adalah pengesahan rancangan qanun hukum jinayat atau perbuatan yang dilarang dalam hukum Islam.
Salah satu bentuk hukuman yang disahkan adalah hukuman rajam hingga meninggal dunia bagi pelaku zina yang terbukti dan sudah memiliki pasangan resmi atau menikah (Pasal 24).
Sementara itu, belasan organisasi masyarakat sipil di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mendesak anggota DPR Aceh untuk menunda pengesahan rancangan qanun dan merevisi substansi kedua rancangan qanun tersebut.

Selain mengesahkan rancangan qanun hukum jinayat dan hukum acara jinayat, sidang paripurna yang dipimpin Tengku Zainal Abidin (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) itu juga mengesahkan rancangan qanun lain, yaitu qanun penanaman modal, pemberdayaan dan perlindungan perempuan serta anak, dan wali nanggroe.
Bustanul Arifin, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, saat membacakan pandangan akhir fraksi menyatakan tidak ada alasan untuk menunda pengesahan dan penerapan hukum jinayat dan hukum acara jinayat di Aceh.
Fraksi Partai Demokrat sempat mengajukan usul pengurangan sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana syariat Islam. Namun, usul revisi itu ditolak.
Zulfikar, salah satu aktivis koalisi NGO-HAM di Aceh, Senin, mengatakan, banyak substansi rancangan qanun yang sedang dibahas masih sangat sumir atau tak jelas. ”Hukumnya masih sangat abu-abu. Tidak jelas,” ujarnya.
Azriana, anggota Komisi Nasional Perempuan, mengatakan, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Antipenyiksaan telah menyatakan hukuman cambuk bertentangan dengan kemanusiaan. Namun, di Aceh, hukuman itu masih juga diterapkan.
Masyarakat sipil menilai, dengan rumusan seperti sekarang ini, rancangan qanun jinayah bukanlah jawaban bagi kebutuhan masyarakat Aceh terhadap masalah moral dan sosial. Sebaliknya, qanun ini berpotensi menciptakan konflik antarmasyarakat serta mempertaruhkan kewibawaan hukum, demokrasi substantif, dan keutuhan bangsa.
MA siap uji materi
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Selasa, mengatakan, qanun jinayat dan acara jinayat, yang memuat ketentuan hukuman rajam, bisa dimintakan uji materi ke MA. MA akan melihat apakah ketentuan itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi ataukah tidak.
”Misalnya, hukuman untuk judi. Misalnya qanun menyatakan dihukum cambuk 10 kali. Kalau menggunakan hukum acara pidana biasa, kan, bisa tahunan. Ini perlu dipertimbangkan bagaimana rasa keadilannya. Hukuman menurut qanun bisa lebih ringan bisa juga sebaliknya,” ujarnya.
Ketua Komisi Nasional Perempuan Kamala Chandrakirana menilai, qanun tentang jinayat (hukum pidana materiil) dan hukum acara jinayat yang disahkan DPR Aceh, yang memunculkan hukum rajam serta meluaskan cakupan hukum Islam ke jenis tindak pidana, dinilai tak manusiawi dan melanggar konstitusi.
Menurut Kamala, qanun tentang jinayat membuktikan kegagalan pemerintah nasional mencegah kebijakan-kebijakan di daerah yang bertentangan dengan peraturan nasional dan UUD 1945. (ANA/EDN/MHD)
Sumber : Kompas

Komentar

Postingan Populer